Siang tadi, sama seperti beberapa hari sebelumnya. Aku menjemput ibuku tempat beliau bekerja. Di gedung kecil tempatku dulu bersekolah. Ibuku bekerja sebagai seorang guru. Guru SD lebih tepatnya.
Aku duduk tidak jauh dari kelas ibuku mengajar. Sekolah ini tak cukup luas dibanding dengan sekolahku sekarang. Tapi tempat ini cukup luas bagiku, dulu. Dari sini aku bisa melihat lapangan tempat upacaraku dulu. Terkadang aku ingat masa SDku.
Aku pernah berdiri di depan banyak orang, di depan guru. Di tengah lapangan saat aku ditunjuk menjadi petugas upacara. Kalau ingat dulu, itu saat aku masih kelas 5 SD. Aku masih takut. Aku berdiri, membaca dengan keras teks Pembukaan UUD 1945. Aku ingat kakiku bergetar saat itu. Aku ingat aku sangat takut. Aku malu. Banyak perasaan bercampur aduk. Selesai upacara pun, beberapa siswa lain yang tau kejadian itu terkadang mengejekku walaupun hanya sebuah gurauan. Tapi tetaplah malu yang aku rasa.
Siang itu ada beberapa siswa perempuan memakai kaos bebas, mengenakan rok SD berwarna merah dan memakai topi. Aku yakin pasti mereka adalah siswa yang ditunjuk untuk menjadi petugas upacara hari Senin yang akan datang. Aku ingat dulu saat aku seperti mereka. Mereka berlatih jalan tegap, mengibarkan bendera merah putih. Itu adalah tugas yang aku suka ketika ditunjuk menjadi petugas upacara. Aku lebih suka menjadi pengibar bendera daripada menjadi pembaca teks Pembukaan UUD 1945 seperti sebelumnya.
Terdengar ucapan salam dari salah satu kelas dan bacaan surat pendek. Lalu salah satu pintu kelas terbuka. Seorang guru berdiri di dekat pintu, satu persatu siswa keluar meninggalkan kelas dan salim pada guru itu. Lucu. Beberapa anak putri menguncir rambutnya, mengenakan bando, kepang, lucu untuk seumuran mereka. Bersama teman-temannya mereka berjalan melaluiku, menuju keluar gerbang. Mereka masih lugu.
Melihat mereka, aku rindu masa-masa ini. Saat aku belum mengenal rumitnya dunia. Yang aku tau hanya belajar dan bermain. Bukan masalah cinta, masa depan, pekerjaan dan banyak lainnya. Tapi waktu tetap berjalan, tidak ada jalan untuk aku kembali. Biarlah semua berjalan seperti ini. Semuanya terkenang di hati dan tempat ini. Kenangan ini biar disini, di tempatnya masing-masing.