Aku tidak yakin betul apakah aku akan menuliskan ini dengan baik. Tapi malam ini aku merasakannya. Sesuatu yang sulit diungkapkan tapi begitu memberatkan dadaku. Malam ini aku ingin mencoba untuk menguraikannya. Entah akan berhasil atau tidak.
Kalau mungkin akhir-akhir ini aku terlihat bahagia, aku menyadari bahwa aku tak benar-benar bahagia. Ini memberatkan batinku, saat aku tau aku terlalu bahagia sampai aku lupa bagaimana caranya menangis. Dan malam ini aku menangis.
Terlalu bahagia tak pernah benar-benar menyenangkan. Tetapi bahagia dengan cara Allah, itu lebih menyenangkan. Tiba-tiba saja aku mulai menyinggung tentang Allah.
Aku sadar aku tengah menjauh, bukan disengaja, tapi secara bodoh membiarkan.
Aku ingin kembali seperti dulu, tak perlu banyak tertawa untuk mencapai bahagia. Karna sejatinya bahagia yang paling nyata adalah ketika aku bisa mensyukuri banyak hal, memiliki ketenangan hati, dan lebih banyak menangis daripada tertawa.
Semoga Allah tidak akan membiarkanku menjauh.
Semoga iman ini tak pernah hilang.
Aku bahagia, tetapi palsu. Sampai pada hari ini aku sadar bahwa aku merasa kosong. Dengan tawa yang aku ciptakan sendiri, nyatanya aku tak benar-benar bahagia. Seperti ada sesuatu yang hilang dari hati. Seperti ada yang kosong. Seperti ada sesuatu yang harus aku penuhi. Tapi tak pernah begitu jelas itu apa. Kekosongan itu hadir lagi. Aku merasakan ini lagi.
Ada sesuatu yang kurang, ya mungkin itu Al-Quran. Kapan terakhir membacanya? Mentaddaburinya? Sudah setebal apa debu yang menyelimuti Al-Quran milikku?
Setiap berdoa, memang ada satu hal yang harus/wajib dan rutin untuk diminta, yaitu meminta petunjuk dan hidayah Allah. Supaya dalam keadaan apapun, aku bisa tetap mengingat Allah, dan mendapatkan petunjuk dari-Nya.
Aku sangat berharap Allah akan tetap menyayangiku dengan membantuku menjaga iman ini ada dalam diriku.
Bagaimana caraku untuk mengakhiri tulisan ini?
Aku sudah selesai dengan tangisanku, meski aku berharap aku bisa sedikit menangis lebih lama. Masih ada hormon stres yang ingin aku buang. Begitu juga sesak yang membebani relung hati, ingin aku benahi.
Setidaknya aku bersyukur aku masih bisa mengingat Allah. Sehingga seharusnya membuatku tau dan sadar kemana aku harus kembali. Terimakasih atas hati dan rasa yang telah Kau ciptakan untukku ini.